BANGKIT, AREMAKU
Untuk pertamakalinya musim ini Arema mengalami dua kekalahan beruntun saat away ke Persib Bandung dan Sriwijaya FC dengan skor identik, 1-0.
Selama putaran pertama, Arema dianggap sebelah mata tim-tim lain dan tampil lepas tanpa beban justru mengejutkan dan mengalahkan lawan-lawannya, baik kandang: Persija (1-0), Persipura (2-1), Sriwijaya FC (3-0), Persebaya (1-0), PSM Makassar (3-0) Persema Malang (3-1) dan Persik Kediri (3-0). Di kandang lawan pun Arema menjadi yang terbaik di Liga Super berkat catatan kemenangan atas Bontang FC (2-1), Persisam Samarinda (1-0), Pelita Jaya (2-0), Persijap Jepara (1-0), PSM Makassar (2-0), Persik Kediri (1-0), dan Persema Malang (3-1).
Setelah Arema berstatus juara paruh musim dan terus bertengger di puncak klasemen hingga pertandingan ke 24, seluruh tim Liga Super -terutama tim-tim papan atas yang mengincar gelar juara- kini mewaspadai kekuatan Arema. Contoh paling konkret adalah bagaimana Persib Bandung mematok kemenangan atas Arema sebagai “harga mati” bila masih ingin juara musim ini.
Persib pun sukses melakukan strategi mengunci kreator serangan Arema seperti Fakhrudin dan Ridhuan di kedua sayap, serta Roman Chmelo di tengah dan Noh Alam Shah di lini depan.
Hasilnya bisa dilihat, Fakhrudin kini tak lagi bebas liar bergerak di sayap kiri untuk mencetak 6 gol di putaran pertama yang kemudian diikuti selebrasi khasnya: goyang gergaji. Ridhuan pun tak sebebas putaran pertama karena semua lawan telah memotong alur umpan-umpan dari Ridhuan kepada kompatriotnya asal Singapura, Noh Alam Shah.
Harus diakui pula Persib Bandung memiliki pemain-pemain lokal berstatus timnas, bahkan di bangku cadangan sekalipun, seperti Budi Sudarsono. Pengalaman dan kualitas pemain asing Maung Bandung juga termasuk kategori yang terbaik di Indonesia, seperti Cristian Gonzales, Hilton Moreira, hingga pemain baru asal Jepang, Satoshi Otomo. Sama halnya dengan Sriwijaya FC yang memiliki Ponaryo Astaman dan Pavel Solomin yang memberi kontribusi besar ketika dimasukkan sebagai pemain pengganti. Hal itulah yang tidak dimiliki Arema.
Penampilan pemain-pemain Arema yang mampu mengimbangi permainan dua tim kelas atas di Indonesia memang patut mendapat apresiasi. Di Bandung Arema kalah dari gol tunggal dari set piece, sedangkan di Palembang kecerdikan individu Keith Kayamba Gumbs menjadi pembeda di akhir pertandingan.
Namun mengimbangi permainan lawan dan memberi perlawanan saja tidak cukup karena kekalahan berakibat sama: nihil poin. “Football is a results business, that’s how we are judged,”
Nasib Arema saat ini hampir sama dengan Arsenal. Disepelekan di awal musim, tapi mampu bersaing di jalur juara ketika mendekati akhir kompetisi. Meski cukup timpang membandingkan kualitas kompetisi dan komposisi pemain antara Arsenal dan Arema, tapi Arsene Wenger punya filosofi menarik dengan situasi ini.
“People don’t realise how young we are. We are not under any special pressure because we are beyond expectation. The only thing we can do is master our own results,”
Tetap fokus pada pertandingan berikutnya menjadi pilihan terbaik bagi Arema saat ini. Itulah salah satu alasan kenapa ONGISNADE tidak pernah melakukan hitung-hitungan berapa poin lagi Arema akan juara. Hal itu justru menjadi beban dan berujung pada bumerang kepada tim karena faktanya tidak akan ada tim yang dengan mudah memberikan tiga poin begitu saja untuk Arema, kandang maupun tandang.
Hal itu pula yang selalu ditekankan oleh pelatih Arema, Robert Alberts. “Kami tidak pernah membicarakan berapa poin untuk juara. Pemain selalu kami tekankan untuk fokus ke setiap pertandingan, meraih kemenangan dari satu pertandingan ke pertandingan berikutnya. Tim seperti Manchester United bukan tidak pernah kalah. Tetapi mereka mampu mempertahankan performa dan konsistensi sehingga tetap bertahan di jalur juara,”
Lantas, haruskan Arema melepaskan target besar seperti di awal musim untuk kembali bermain lepas? Itu bukan pilihan bijak karena waktu telah berjalan dan membuktikan Arema mampu bersaing di jalur juara. Ataukah karena tekanan berlebihan dengan ekspektasi tinggi untuk juara? Tidak juga karena sepakbola selalu sejajar dengan ekspektasi dan tekanan, tak hanya di papan atas, tapi juga di zona degradasi.
Yang menarik adalah, bagaimana Arema dan Aremania merespon dua kekalahan beruntun di Bandung dan Sriwijaya sebagai pelecut semangat dan motivasi di sisa pertandingan musim ini. Juga sebagai peluit yang membangunkan kita dari keterlenaan akan nikmatnya berada di puncak klasemen. (*)